Keluarga Kudus, Teladan Bagi Keluarga Kita
[Pesta Keluarga Kudus: Yesus Maria dan Yusuf: Sir 3:2-6,12-14; Mzm 128:1-5; Kol 3:12-21; Mat 2:13-15, 19-23]
Di masa Natal ini, mata hati kita tertuju kepada Tuhan Yesus Kristus,
yang telah lahir di kandang Betlehem. Ia memilih untuk dilahirkan dalam
sebuah keluarga, yaitu dalam asuhan bapa angkat-Nya Yusuf, dan Bunda
Maria. Ini adalah bukti bahwa Allah memandang keluarga sebagai sesuatu
yang penting, sehingga Ia mengutus Putera-Nya untuk lahir dan menjadi
bagian di dalamnya, yang kita kenal dengan sebutan Keluarga Kudus.
Padahal sebenarnya bukan merupakan keharusan bagi Tuhan Yesus untuk
lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga, namun dalam kebijaksanaan
dan kasih-Nya, Ia toh mengambil jalan ini. Yesus begitu ingin
dekat dan menyatu dengan kita, sehingga Ia mau melewati setiap jengkal
kehidupan sebagai manusia, dan menjadikannya sebagai bagian dari
kehidupan-Nya sendiri. Demi kasih-Nya yang begitu besar, Yesus Sang
Putera Allah itu menghampakan diri-Nya, menjelma menjadi setitik sel
dalam kandungan Bunda Maria, lahir sebagai bayi yang kecil, melewati
masa kanak-kanak, tumbuh menjadi remaja dan dewasa dalam sebuah
keluarga. Dengan demikian, Tuhan Yesus menguduskan setiap tahap
kehidupan kita sebagai manusia, sebab Ia sendiri melewati semua tahapan
itu.
Dan tahapan yang diambil-Nya juga bukan tahapan yang mudah. Tuhan
Yesus lahir di kandang, berbaring di tempat makanan hewan, tanpa
kenyamanan yang umum dialami bayi manusia. Bukan hanya itu saja, Injil
hari ini mengisahkan bahwa tak lama setelah kelahiran-Nya, Yesus dibawa
mengungsi ke Mesir, setelah Yusuf memperoleh pertanda melalui mimpi
(lih. Mat 2:13). Tentulah keadaan ini bukan keadaan yang mudah. Sejumlah
dari kita mungkin mengingat dengan jelas pengalaman menjadi pengungsi,
ketika kita mengalami musibah banjir di Pluit tepat sekitar setahun yang
lalu. Tapi pengungsian yang kita alami sungguh bukan apa-apa jika
dibandingkan dengan pengungsian Kristus. Sebab di waktu pengungsian itu,
kita masih terhubung dengan sesama saudara ataupun sahabat kita, tidak
seperti yang dialami oleh Keluarga Kudus. Mereka menempuh jarak sekitar
400 km, dari Betlehem ke Mesir, menunggangi keledai dalam cuaca yang
dingin, terpisah jauh dari sanak saudara dan teman. Mereka menyingkir
dari ancaman pembunuhan bayi dan anak-anak di Betlehem atas perintah
Raja Herodes (lih. Mat 2:16-18). Demikianlah sejak kelahiran-Nya,
Kristus telah ditolak oleh bangsa-Nya sendiri. Bersama Yusuf dan Maria,
Tuhan Yesus harus mengungsi di negeri asing, dalam keadaan miskin dan
kekurangan. Suatu keadaan yang sangat kontras jika dibandingkan dengan
kemeriahan Natal saat ini yang nampak di mall-mall ibukota. Sebab
peristiwa kedatangan Kristus yang diperingati sesungguhnya sangat
sederhana. Kesederhanaan Keluarga Kudus ini, selayaknya membuka mata
hati kita, untuk melihat kehadiran Tuhan Yesus justru dalam
peristiwa-peristiwa yang kecil dan sederhana. Dalam keluarga kita dan
dalam komunitas kita, walaupun dalam keadaan yang paling sulit
sekalipun, Tuhan Yesus tidak pernah gagal untuk menyatakan kasih dan
kehadiran-Nya. Hanya bersama Dia-lah, kita dapat menjalani kehidupan
kita dengan suka cita dan dengan penuh pengharapan. Sebab Imanuel, yaitu Allah yang beserta kita itu adalah Yesus, yaitu Allah yang menyelamatkan.
Maka, seperti dahulu Kristus hadir di tengah-tengah St. Yusuf dan
Bunda Maria, kini Ia-pun mau hadir di tengah keluarga kita. Mari kita
menyediakan tempat bagi-Nya, dalam hati kita, dan dalam keluarga kita.
Semoga dengan kehadiran Kristus di dalam keluarga kita, kita dimampukan
untuk mengenakan “belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati,
kelemahlembutan dan kesabaran” (Kol 3:12), agar kitapun dapat mengalami
kebahagiaan dan kasih sejati, sebagaimana dialami oleh Keluarga Kudus:
Yesus, Maria dan Yusuf.
Mengikuti Bintang, Untuk Melihat Tuhan
[Hari Raya Penampakan Tuhan, Hari Anak Misioner Sedunia, Yes 60:1-6; Mzm 72:1-13; Ef 3:2-3a,5-6; Mat 2:1-12]
Hari ini kita merayakan Minggu Epifani, yang artinya
‘Penampakan Tuhan’. Hari ini kita merayakan pernyataan Yesus yang
pertama kalinya kepada dunia bahwa Ia adalah Mesias, Seorang Raja yang
telah dinanti-nantikan. Bacaan Injil hari ini menuliskan tentang tiga
orang majus dari Timur yang dengan melihat sebuah bintang di langit, dan
dengan bantuan rahmat tertentu dari Tuhan, mereka datang mencari
kelahiran Sang Mesias tersebut di tanah Israel. Mungkin di zaman itu ada
banyak orang yang melihat bintang yang sama, namun tak banyak yang tahu
ataupun menangkap artinya sebagai tanda kelahiran Kristus, dan kemudian
mengikutinya. Suatu gambaran sederhana yang mengisahkan bahwa untuk
melihat dan menemukan Tuhan diperlukan kepekaan akan rahmat Tuhan dan
usaha dari pihak kita, untuk mencari Dia. Para orang majus melihat
bintang itu, dan menanggapinya dengan mau bersusah payah melakukan
perjalanan berminggu-minggu melintasi padang pasir, untuk mencari Sang
Mesias, yang kelahiran-Nya ditandai oleh bintang itu. Ketika telah
sampai ke tanah Yudea, para majus itu-pun tak sungkan bertanya kepada
Raja Herodes penguasa daerah itu, yang kemudian menyuruh para imam dan
ahli Taurat Yahudi untuk meneliti, di manakah Anak itu akan lahir. Dari
merekalah, para majus itu mengetahui bahwa Sang Mesias itu lahir di
Betlehem. Dan benarlah, bintang itu kembali mendahului para orang majus
itu, dan berhenti tepat di atas sebuah tempat, di mana Anak itu berada
(lih. Mat 2:9). Betapa mereka sangat berbahagia, karena menemukan Siapa
yang mereka cari! Banyak kaum Yahudi yang tidak menyadari bahwa Raja
mereka telah lahir, namun orang-orang majus ini yang berasal dari negeri
yang jauh, malah termasuk dalam bilangan mereka yang pertama kali
mengenali Kristus sebagai Raja dan menyembah-Nya.
Para majus itu menjadi gambaran samar-samar akan bangsa-bangsa bukan
Yahudi yang kelak menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Ya,
Para majus itu menjadi gambaran bagi kita semua yang kini mengimani
Kristus. Kalau kita sungguh mau mengikuti Kristus, kita tidak perlu
takut akan apa tanggapan orang, tidak perlu takut dianggap ekstrim
karena kita tidak mengikuti arus dunia. Walaupun panggilan kita sebagai
umat Kristiani tidak mudah, dan bahkan membutuhkan pengorbanan, namun
kita mengetahui bahwa akan ada Terang Ilahi di akhir perjuangan kita.
Bukankah keseluruhan hidup kita adalah perjalanan menuju Kristus? Dan
melalui Kristus menuju Allah Bapa? Maka hidup kita adalah semacam
perjalanan yang harus kita lalui dengan terang iman. Kita tak perlu
mengandalkan kemampuan diri kita sendiri untuk menemukan Dia. Kristus
telah memberikan Gereja-Nya untuk menuntun kita dengan ajaran-ajarannya
dan sakramen- sakramennya, agar kita dapat bertemu dan bersatu
dengan-Nya. Kristus juga telah memberikan kepada kita Ibu-Nya, yang
menjadi teladan Gereja, yaitu Bunda Maria Stella Maris, Sang Bintang
Laut yang memimpin kita dalam perjalanan hidup ini, kepada Kristus
Putera-nya. Betapa kita perlu memandang kepada bintang ini, agar kita
dapat selalu menemukan Kristus. Semoga kitapun dapat mengalami sukacita
karena menemukan Dia, dan kita dapat datang kepada-Nya dengan membawa
persembahan kita: persembahan yang terbaik- emas, persembahan doa-
kemenyan, dan pengorbanan kita- mur.
Setelah kita menemu
Lihatlah, Anak Domba Allah!
[Minggu biasa ke-2: Yes 49:3,5-6; Mzm 40:2-10; 1Kor 1:1-3; Yoh 1:29-34]
Ketika kami bermukim di Desa, saya kerap mengikuti
perayaan Ekaristi di gereja kecil di dekat rumah kami. Saya mengagumi
lagu-lagu yang dinyanyikan di sana, karena melodinya yang sangat indah
dan menyentuh hati. Lagu yang tidak akan pernah kulupakan, berjudul, Kordero ng Diyos,
yang terjemahannya adalah, Anak Domba Allah. Walau dinyanyikan dalam
bahasa Tagalog yang tidak kumengerti, namun setiap kali lagu itu
dikumandangkan, tak kuasa aku membendung air mataku. Kordero ng Diyos, na nag-aalis, ng mga kasalanan ng mundo, Maawa Ka sa amin …. Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia, kasihanilah kami!
Sejujurnya, sebagai umat Katolik, kita sudah sering menyanyikan doa
ini. Namun seberapa dalam kita menghayatinya, itu adalah pertanyaannya.
Istilah ‘Anak Domba Allah’, memang mengandung misteri. Mengapa kok
Yesus menghendaki kita mengenang-Nya dengan sebutan nama hewan?
Sungguh, tanpa kita membaca kitab Perjanjian Lama dan kitab Wahyu,
mungkin akan sulit bagi kita untuk memahaminya. Dalam Perjanjian Lama,
Allah mensyaratkan kurban anak domba yang tak bercela sebagai korban
penebus dosa (lih. Im 4:32;5:6,14). Kitab Kejadian juga mencatat
bagaimana Allah membebaskan bangsa Israel dari penjajahan Mesir melalui
korban anak domba. Jika kita merenungkan kisah-kisah ini, kita akan
mengetahui bahwa Allah mempunyai maksud tersendiri dengan menyebut Yesus
Putera-Nya sebagai Anak Domba Allah. Ya, sebab Yesus adalah penggenapan
makna kurban anak domba, yang tertulis dengan begitu seringnya, dalam
kitab-kitab Perjanjian Lama. Sebab oleh kurban Kristus, kita umat-Nya
dibebaskan dari penjajahan umat manusia yang terbesar, yaitu dari dosa
dan maut. Kurban Yesus merupakan penggenapan janji Allah dan nubuat para
nabi, yang sudah dinanti-nantikan selama ribuan tahun. Kurban Kristus
mengakhiri kurban anak domba Perjanjian Lama yang berkali-kali
dipersembahkan, karena hanya kurban Kristuslah yang sesungguhnya dapat
menghapuskan dosa kita manusia. Kurban Yesus yang memberikan kepada kita
hidup-Nya sendiri, menghantar kita kepada kehidupan yang kekal. Begitu
besarlah kasih Tuhan kepada kita, sehingga memberikan Putera-Nya yang
Tunggal sebagai kurban tebusan atas dosa-dosa kita. Itulah sebabnya,
seluruh isi Surga, para malaikat dan tua-tua tersungkur menyembah Dia,
Sang Anak Domba Allah (lih. Why 7:9-17).
Oleh kuasa Roh Kudus, kurban Anak Domba Allah yang satu dan sama itu,
dihadirkan kembali dalam setiap perayaan Ekaristi kudus. Maka, Kurban
penebus dosa itu tak hanya dapat diterima oleh umat Israel di masa lalu,
namun juga oleh kita yang hidup di masa sekarang. Kurban Kristus itu
tidak hanya ditujukan kepada umat manusia secara keseluruhan, tetapi
juga ditujukan secara khusus, untuk setiap kita. Ya, untuk Anda dan
saya. Sang Anak Domba Allah itu, datang mengunjungi kita dalam rupa
roti, supaya dapat kita santap dan menjadi satu dengan kita. Agar dengan
demikian, kita menerima buah-buah pengorbanan-Nya, yaitu pengampunan
dosa-dosa kita, dan kehidupan ilahi-Nya. Betapa kita perlu berdoa kepada
Tuhan, agar semakin hari kita semakin memahami misteri ini dan
menghayatinya!
Maka, mari mengarahkan mata hati kita kepada Tuhan Yesus, setiap kali
hosti kudus itu diangkat oleh tangan para imam-Nya yang berkata,
“Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia….” Saat itu adalah
saat yang kudus, saat kita boleh memandang Tuhan kita, Yesus Kristus,
yang rela mengorbankan Diri-Nya untuk kita, sebagai kurban yang
mendamaikan kita dengan Allah. Mari kita memandang Dia, yang sudah
ditikam oleh karena dosa-dosa kita. Semoga dengan merenungkan kasih
pengorbanan Kristus bagi kita, kita akan terdorong untuk selalu hidup
dalam semangat tobat yang sejati.
“Tuhan Yesus, Anak Domba Allah, yang menghapus dosa-dosa ku dan dosa
umat manusia, kasihanilah aku dan seluruh dunia. Tumbuhkanlah di dalam
jiwaku, rasa syukur atas pengorbanan-Mu. Semoga semakin hari semakin
kuhayati, bahwa dengan menyambut Ekaristi, aku menyambut Engkau sendiri,
Sang Anak Domba Allah, yang akan menghantarkanku masuk dalam kehidupan
yang kekal.”
Tuan Ma dan Kota Reinha
Oleh P Alex Beling SVD
KATAKAN saja, di seluruh dunia ada hanya satu Tuan Ma dan ada hanya satu Kota Reinha. Orang Larantuka atau Orang Nagi pasti senang mengakui bahwa ini memang benar. Tidak ada tempat lain kecuali di Larantuka, ibu Kota Flores Timur di mana orang berbicara mengenai Tuan Ma dan Kota Reinha sebagai milik pusaka sendiri. Tentu juga orang-orang Nagi yaitu orang-orang asal Larantuka yang tinggal di mana saja di luar Larantuka pasti berbicara mengenai Tuan Ma dan Kota Reinha sebagai harta puska sendiri.
Pada memasuki masa Puasa Katolik atau masa Prapaska kita bisa merasakan di Larantuka suatu suasana di mana orang mulai berbicara mengenai istilah-istilah, nama-nama dan lain-lain yang diangkat dari tradisi agama menyangkut Semana Santa. Di tengah-tengah seluruh tata Liturgi ( upacara resmi) Gereja Katolik terletak perayaan Paska atau Kebangkitan Yesus Kristus dari alam maut. Itulah puncak atau perayaan inti iman Katolik. Untuk menekankan makna luhur dari perayaan Paska itu disusunlah kerangka perayaan-perayaan, baik sebagai persiapan maupun sebagai penyudahan atau penerapan. Persiapan khusus dilaksanakan selama 40 hari masa Puasa atau Prapaska, dimulai pada Hari Rabu Abu dan berakhir pada Hari Jumat Agung. Sedangkan hari-hari Minggu sesudah Paskah adalah masa mengenang, bersyukur dan menerapkan makna Paska dalam kehidupan. Dengan demikian Paska mendapat tempat sentral dalam kehidupan kristiani.
Dalam Liturgi Gereja Katolik dikenal Minggu Kudus, yang disebut juga Pekan Suci ialah waktu satu minggu menjelang pesta Paska untuk melangsungkan perayaan-perayaan peringatan kejadian-kejadian pada akhir hidup Yesus Kristus terutama penderitaan, wafat-Nya serta kebangkitan-Nya. Di Larantuka, di luar perayaan liturgis sebagaimana berlaku dalam Gereja Katolik di seluruh dunia, ada yang disebuat Semana Santa (bahasa Portugis, artinya Minggu Kudus). Dengan nama Semana Santa dimaksudkan bukan hanya segala perayaan yang berlangsung dalam Minggu Kudus sebelum Paska, melainkan juga mengenai banyak hal lain yang dilaksanakan selama masa Puasa, seperti doa bergilir, latihan-latihan dan pertemuan-pertemuan. Semana Santa dalam arti semput dimulai pada Hari Minggu Palma. Lalu menyusul hari Rabu yang disebut Rabu Trewa.
Selanjutnya pada hari Kamis yaitu Kamis Putih selain upacara liturgis di gereja ada upacara tersendiri di Kapela Tuan Ma : kapela dibuka dan patung Tuan Ma disiapkan. Hari Jumat Agung (disebut juga Sesta Fera) adalah hari besar mengenang wafatnya Yesus Almasih, dan pada malam harinya dilangsungkan perarakan besar memperingati pemakaman Tuhan Yesus. Hal-hal khusus ini dilaksanakan menurut peraturan-peraturan tradisional keagamaan yang ketat dan yang berlaku turun-temurun. Tradisi Semana Santa itu sedemikian tertanam dalam hati orang Nagi (orang Larantuka) sehingga sudah merupakan bagian integral dari suatu kebudayaan religius atau Adat Serani.
Tuan Ma
Dua objek religius dalam kompleks perayaan Semana Santa yang mendapat perhatian istimewa ialah Tuan Ma dan Tuan Ma (Tuan Mama) ialah Santa Bunda Maria, sedangkan Tuan Ana ialah Tuhan Yesus atau Tuhan Anak Alllah. Tuan Ma dan Tuan Ana masing-masing dikenal dalam rupa dua patung khusus yang disimpan dan dihormati dalam masing-masing kapela yang dikenal sebagai Kapela Tuan Ma yang terdapat di Larantuka di Kampung Batu Mea, Kapela Tuan Ana di Kampung Lohayong. (NB. Dalam Kapela Tuan Ma ada lagi satu patung Santa Maria yaitu Maria Reinha Rosari yang disebut juga Maria Alleluya.
Dalam beberapa tahun terakhir dua kapela yang tua sudah diganti dengan bangunan-bangunan kapela-kapela yang indah. Selama masa Puasa dilaksanakan kegiatan-kegiatan Semana Santa sesuai peraturan yang berlaku, yang disebut dengan istilah serewi-serwisu Deo (layan-melayani Tuhan).
Tentang patung Tuan Ma yang disebut juga patung Mater Dolorosa (Bunda Berdukacita) ada cerita, bahwa patung yang kira-kira satu setengah meter tingginya adalah patung Bunda Maria yang konon 500 tahun lalu terhayut dari laut dan diketemukan terdampar di Pante Ae Kongga Pante Besar Larantuka. Setelah dikenal bahwa itu adalah patung Bunda Maria, maka umat Katolik telah mengambil dan menempatkannya dalam sebuah kapela di mana orang berdoa dan memuji Allah dan Bunda Maria. Patung itu biasa kelihatan terbungkus dengan sebuah mantol indah yang besar berwarna biru tua, dan yang nampak hanya wajah dan tangan kanan yang terbuka. Sejak ratusan tahun sudah ada kegiatan devosi rakyat turun-temurun dan berada di bawah perlindungan dan pimpinan penguasa setempat yakni Raja Larantuka yang mempunyai juga fungsi dan kewajiban tertentu dalam upacaya-upacara menyangkut Tuan Ma. Sebagai seorang raja yang beragama Katolik, Raja Servus I, dia telah menyatakan kesetiaan pada tugasnya itu dengan menyerahkan tongkat kerajaan secara resmi kepada Santa Bunda Maria. Dengan demikian secara simbolis dia mempercayakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat kerajaannya dalam tangan Santa Bunda Allah yang dilantik menjadi Reinha (Ratu) kota dan kerajaan Larantuka.
Untuk mengungkapkan cinta kepada Santa Maria istilah Tuan Ma terasa lebih manis dan mesra, sedangkan Reinha (bahasa Latin Regina) atau Ratu lebih bernuansa penguasa.
Penghormatan terhadap Tuan Ma sudah mantap sebagai suatu tradisi terhormat dan terbukti oleh kesetiaan umat dan oleh siapa saja yang menunjukkan respek terhadap milik rohani ini. Kesetiaan hormat dan cinta kepada Santa Bunda Maria ini berdasarkan ajaran Gereja Katolik tentang Santa Maria dalam peranannya yang sangat erat berkaitan dengan hidup serta karya Yesus Kristus. Santa Maria adalah Bunda yang melahirkan Yesus Kristus, dan dia adalah juga Bunda Gereja yaitu umat yang percaya kepada Yesus Kristus. Kesetiaan menghormati dan mencintai Santa Bunda Maria (Tuan Ma) mempunyai dasar dalam pengalaman-pengalaman, baik yang nyata dan dapat dibuktikan maupun yang tidak nampak dan bersifat spiritual.
Ambil sebagai contoh, sudah jutaan jumlah orang yang berziarah ke Lourdes di Perancis, di antaranya sangat banyak yang pergi sebagai pasien dan penderita macam-macam penyakit, untuk berdoa memohon penyembuhan. Jumlah mereka yang benar-benar secara ajaib sembuh dengan perantaraan Bunda Maria, tidak seberapa kalau dibanding dengan jumlah yang jauh lebih besar dari mereka yang pulang dengan hati dan jiwa yang disembuhkan oleh rahmat pertobatan dan belaskasihan ilahi serta kegembiraan batin. Kita patut percaya bahwa tak terhitung pengalaman-pengalaman kesembuhan dalam hati dan jiwa dalam arti ini telah terjadi dengan perantaraan Tuan Ma.
Hal itu dibuktikan oleh semangat devosi ini yang menyebar sangat luas dan menarik minat para pencinta Santa Maria khusus dalam perayaan Semana Santa. Di samping itu dalam pelbagai peristiwa di kawasan ini seperti bencana alam, wabah penyakit dan lain-lain, baik pengalaman umum maupun privat, orang dapat membaca tanda-tanda yang mencolik dari intervensi Bunda Allah yang tak pernah meninggalkan siapa pun yang berseru meminta pertolongannya.
Tuan Ma patut di anggap sebagai anugerah Allah untuk menjadi sarana identifikasi iman serta cinta yang hendaknya disebarluaskan guna menyembuhkan banyak penyakit jasmani dan penyakit rohani dalam masyarakat kita. Semua orang yang dating dari mana saja untuk memberi hormat kepada Tuan Ma dalam perayaan Semana Santa hendaknya kembali sebagai pelaksana cinta, persaudaraan dan damai. Dengan demikian nilai dan makna yang benar dari devosi kepada Tuan Ma tetap dijunjung tinggi dan dibersihkan dari setiap unusr yang menodainya.
Kota Reinha
Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, Larantuka, dengan suatu rasa bangga menggelar dirinya sebagai Kota Reinha atau Kota Santa Maria Ratu. Dalam dokumen-dokumen sejarah dapat ditelusuri tahap-tahap tumbuhnya tempat pemukiman di mana sekarang terdapat Kota Larantuka yang menunjukkan variasi-variasi ekologis yang indah dan menarik. Gunung Ilemandiri dengan tinggi 1502 meter nampak bagaikan sebuah tugu pelindung dan merupakan lantar belakang alami dari panorama sebuah kota yang hanya menempati wilayah pesisir yang sempit.
Di situlah Larantuka telah bertumbuh menjadi sebuah kota di pantai. Selat Larantuka di depannya yang memberi kesan sebagai sebuah danau besar karena di semua sisi tertutup, juga oleh pulau Adonara dan Solor. Sebenarnya Larantuka hanyalah sebuah kota kecil dengan fasilitas umum terbatas. Namun justru sebagai kota yang kecil dapat dipelihara sedemikian sehingga menjadi “kecil tapi indah”.
Dokumen-dokumen sejarah menyimpan amat banyak kisah peristiwa dan pengalaman Kota Larantuka, di antaranya yang berkaitan dengan penyebaran agama Katolik oleh para misionaris dari Portugal. Dari merekalah orang-orang pribumi yang dipermandikan menyimpan pelbagai peninggalan berharga yakni iman akan Yesus Kristus dan Injil-Nya, serta devosi kepada Santa Bunda Maria di samping kebiasaan-kebiasaan kehidupan Kristiani yang terpelihara dalam tradisi turun-temurun, hingga hari ini. Semuanya ini menjadikan Kota Larantuka sebuah kotra tradisi Kristiani. Devosi yang khusus kepada Santa Maria merupakan kekayaan rohani tersendiri sehingga Santa Perawan Maria mendapat tempat istimewa dalam kehidupan masyarakat Kota Larantuka dengan gelar Reinha atau Ratu dan kota Larantuka mendapat kehormatan disebut Kota Reinha alias Kota Santa Maria.
Kehormatan Menuntut Kewajiban
Gelar Ratu untuk Santa Maria sebagai Pelindung Khusus kota Larantuka buka hanya hiasan mulia dan indah. Tuan Ma juga bukan hanya sebuah patung atau gambar kudus. Menjalankan devosi kepada Santa Maria yang bergelar Reinha atau Ratu harus menghasilkan nilai-nilai kultural terhormat dalam tata kehidupan Kota Larantuka yang pantas dan cocok dengan gelar kehormatan itu. Artinya, ada tuntutan dan kewajiban untuk memberi suatu wajah yang indah terpelihara, ayu dan manis kepada kota yang disebut dengan nama khusus Kota Reinha.
Kalau berbicara tentang kota ini sebagai tempat pemukiman manusia pada saat ini, dengan amat menyesal harus diakui bahwa banyak sector dari tempat diam ini nampak menjengkelkan : sangat jorok, kotor, dan berbau busuk. Di tengah kota, di antara rumah-rumah kediaman terdapat sampah-sampah berhamburan dan tidak pernah ada usaha untuk menertibkan. Tempat-tempat yang penuh dengan sampah adalah selokan-sekolah (got) di mana air tak pernah mengalir. Selanjutnya, satu tindakan yang harus disebut sebagai kejahatan ialah coret-mencoret pada tembok-tembok, dinding-dinding rumah, pada jalan-jalan, ya pada apa saja. Satu tanda jelas bahwa tidak ada suatu disiplin dan peraturan hidup bersama, sepertinya ada suatu budaya kotor yang mengandung ancaman penyakit-penyakit bagi kehidupan di Kota Reinha. Kita tidak minta suatu Dinas Pemerintah untuk membersihkan dan membasmi kejahatan ini. Yang wajib dan dituntut adalah warga penduduk sendiri untuk memelihara Kota Larantuka, Kota Reinha yang bernuansa bersih, indah, segar, dan sehat.
Kota Larantuka dan lingkungannya yang indah memesona bersama kekayaan ritual keagamaannya dapat memikat hati lebih banyak orang dari luar yang suka dating mengambil bagian dalam perayaan Semana Santa. Sebagai tuan rumah yang baik dan ramah Orang Nagi boleh saja mengundang, tapi harus memperlihatkan wajah kota ziarah ini selalu sebagai tempat yang sangat layak bergelar Kota Reinha.
Tuan Ma Terlempar Dari Kapal PortugiKATAKAN saja, di seluruh dunia ada hanya satu Tuan Ma dan ada hanya satu Kota Reinha. Orang Larantuka atau Orang Nagi pasti senang mengakui bahwa ini memang benar. Tidak ada tempat lain kecuali di Larantuka, ibu Kota Flores Timur di mana orang berbicara mengenai Tuan Ma dan Kota Reinha sebagai milik pusaka sendiri. Tentu juga orang-orang Nagi yaitu orang-orang asal Larantuka yang tinggal di mana saja di luar Larantuka pasti berbicara mengenai Tuan Ma dan Kota Reinha sebagai harta puska sendiri.
Pada memasuki masa Puasa Katolik atau masa Prapaska kita bisa merasakan di Larantuka suatu suasana di mana orang mulai berbicara mengenai istilah-istilah, nama-nama dan lain-lain yang diangkat dari tradisi agama menyangkut Semana Santa. Di tengah-tengah seluruh tata Liturgi ( upacara resmi) Gereja Katolik terletak perayaan Paska atau Kebangkitan Yesus Kristus dari alam maut. Itulah puncak atau perayaan inti iman Katolik. Untuk menekankan makna luhur dari perayaan Paska itu disusunlah kerangka perayaan-perayaan, baik sebagai persiapan maupun sebagai penyudahan atau penerapan. Persiapan khusus dilaksanakan selama 40 hari masa Puasa atau Prapaska, dimulai pada Hari Rabu Abu dan berakhir pada Hari Jumat Agung. Sedangkan hari-hari Minggu sesudah Paskah adalah masa mengenang, bersyukur dan menerapkan makna Paska dalam kehidupan. Dengan demikian Paska mendapat tempat sentral dalam kehidupan kristiani.
Dalam Liturgi Gereja Katolik dikenal Minggu Kudus, yang disebut juga Pekan Suci ialah waktu satu minggu menjelang pesta Paska untuk melangsungkan perayaan-perayaan peringatan kejadian-kejadian pada akhir hidup Yesus Kristus terutama penderitaan, wafat-Nya serta kebangkitan-Nya. Di Larantuka, di luar perayaan liturgis sebagaimana berlaku dalam Gereja Katolik di seluruh dunia, ada yang disebuat Semana Santa (bahasa Portugis, artinya Minggu Kudus). Dengan nama Semana Santa dimaksudkan bukan hanya segala perayaan yang berlangsung dalam Minggu Kudus sebelum Paska, melainkan juga mengenai banyak hal lain yang dilaksanakan selama masa Puasa, seperti doa bergilir, latihan-latihan dan pertemuan-pertemuan. Semana Santa dalam arti semput dimulai pada Hari Minggu Palma. Lalu menyusul hari Rabu yang disebut Rabu Trewa.
Selanjutnya pada hari Kamis yaitu Kamis Putih selain upacara liturgis di gereja ada upacara tersendiri di Kapela Tuan Ma : kapela dibuka dan patung Tuan Ma disiapkan. Hari Jumat Agung (disebut juga Sesta Fera) adalah hari besar mengenang wafatnya Yesus Almasih, dan pada malam harinya dilangsungkan perarakan besar memperingati pemakaman Tuhan Yesus. Hal-hal khusus ini dilaksanakan menurut peraturan-peraturan tradisional keagamaan yang ketat dan yang berlaku turun-temurun. Tradisi Semana Santa itu sedemikian tertanam dalam hati orang Nagi (orang Larantuka) sehingga sudah merupakan bagian integral dari suatu kebudayaan religius atau Adat Serani.
Tuan Ma
Dua objek religius dalam kompleks perayaan Semana Santa yang mendapat perhatian istimewa ialah Tuan Ma dan Tuan Ma (Tuan Mama) ialah Santa Bunda Maria, sedangkan Tuan Ana ialah Tuhan Yesus atau Tuhan Anak Alllah. Tuan Ma dan Tuan Ana masing-masing dikenal dalam rupa dua patung khusus yang disimpan dan dihormati dalam masing-masing kapela yang dikenal sebagai Kapela Tuan Ma yang terdapat di Larantuka di Kampung Batu Mea, Kapela Tuan Ana di Kampung Lohayong. (NB. Dalam Kapela Tuan Ma ada lagi satu patung Santa Maria yaitu Maria Reinha Rosari yang disebut juga Maria Alleluya.
Dalam beberapa tahun terakhir dua kapela yang tua sudah diganti dengan bangunan-bangunan kapela-kapela yang indah. Selama masa Puasa dilaksanakan kegiatan-kegiatan Semana Santa sesuai peraturan yang berlaku, yang disebut dengan istilah serewi-serwisu Deo (layan-melayani Tuhan).
Tentang patung Tuan Ma yang disebut juga patung Mater Dolorosa (Bunda Berdukacita) ada cerita, bahwa patung yang kira-kira satu setengah meter tingginya adalah patung Bunda Maria yang konon 500 tahun lalu terhayut dari laut dan diketemukan terdampar di Pante Ae Kongga Pante Besar Larantuka. Setelah dikenal bahwa itu adalah patung Bunda Maria, maka umat Katolik telah mengambil dan menempatkannya dalam sebuah kapela di mana orang berdoa dan memuji Allah dan Bunda Maria. Patung itu biasa kelihatan terbungkus dengan sebuah mantol indah yang besar berwarna biru tua, dan yang nampak hanya wajah dan tangan kanan yang terbuka. Sejak ratusan tahun sudah ada kegiatan devosi rakyat turun-temurun dan berada di bawah perlindungan dan pimpinan penguasa setempat yakni Raja Larantuka yang mempunyai juga fungsi dan kewajiban tertentu dalam upacaya-upacara menyangkut Tuan Ma. Sebagai seorang raja yang beragama Katolik, Raja Servus I, dia telah menyatakan kesetiaan pada tugasnya itu dengan menyerahkan tongkat kerajaan secara resmi kepada Santa Bunda Maria. Dengan demikian secara simbolis dia mempercayakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat kerajaannya dalam tangan Santa Bunda Allah yang dilantik menjadi Reinha (Ratu) kota dan kerajaan Larantuka.
Untuk mengungkapkan cinta kepada Santa Maria istilah Tuan Ma terasa lebih manis dan mesra, sedangkan Reinha (bahasa Latin Regina) atau Ratu lebih bernuansa penguasa.
Penghormatan terhadap Tuan Ma sudah mantap sebagai suatu tradisi terhormat dan terbukti oleh kesetiaan umat dan oleh siapa saja yang menunjukkan respek terhadap milik rohani ini. Kesetiaan hormat dan cinta kepada Santa Bunda Maria ini berdasarkan ajaran Gereja Katolik tentang Santa Maria dalam peranannya yang sangat erat berkaitan dengan hidup serta karya Yesus Kristus. Santa Maria adalah Bunda yang melahirkan Yesus Kristus, dan dia adalah juga Bunda Gereja yaitu umat yang percaya kepada Yesus Kristus. Kesetiaan menghormati dan mencintai Santa Bunda Maria (Tuan Ma) mempunyai dasar dalam pengalaman-pengalaman, baik yang nyata dan dapat dibuktikan maupun yang tidak nampak dan bersifat spiritual.
Ambil sebagai contoh, sudah jutaan jumlah orang yang berziarah ke Lourdes di Perancis, di antaranya sangat banyak yang pergi sebagai pasien dan penderita macam-macam penyakit, untuk berdoa memohon penyembuhan. Jumlah mereka yang benar-benar secara ajaib sembuh dengan perantaraan Bunda Maria, tidak seberapa kalau dibanding dengan jumlah yang jauh lebih besar dari mereka yang pulang dengan hati dan jiwa yang disembuhkan oleh rahmat pertobatan dan belaskasihan ilahi serta kegembiraan batin. Kita patut percaya bahwa tak terhitung pengalaman-pengalaman kesembuhan dalam hati dan jiwa dalam arti ini telah terjadi dengan perantaraan Tuan Ma.
Hal itu dibuktikan oleh semangat devosi ini yang menyebar sangat luas dan menarik minat para pencinta Santa Maria khusus dalam perayaan Semana Santa. Di samping itu dalam pelbagai peristiwa di kawasan ini seperti bencana alam, wabah penyakit dan lain-lain, baik pengalaman umum maupun privat, orang dapat membaca tanda-tanda yang mencolik dari intervensi Bunda Allah yang tak pernah meninggalkan siapa pun yang berseru meminta pertolongannya.
Tuan Ma patut di anggap sebagai anugerah Allah untuk menjadi sarana identifikasi iman serta cinta yang hendaknya disebarluaskan guna menyembuhkan banyak penyakit jasmani dan penyakit rohani dalam masyarakat kita. Semua orang yang dating dari mana saja untuk memberi hormat kepada Tuan Ma dalam perayaan Semana Santa hendaknya kembali sebagai pelaksana cinta, persaudaraan dan damai. Dengan demikian nilai dan makna yang benar dari devosi kepada Tuan Ma tetap dijunjung tinggi dan dibersihkan dari setiap unusr yang menodainya.
Kota Reinha
Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, Larantuka, dengan suatu rasa bangga menggelar dirinya sebagai Kota Reinha atau Kota Santa Maria Ratu. Dalam dokumen-dokumen sejarah dapat ditelusuri tahap-tahap tumbuhnya tempat pemukiman di mana sekarang terdapat Kota Larantuka yang menunjukkan variasi-variasi ekologis yang indah dan menarik. Gunung Ilemandiri dengan tinggi 1502 meter nampak bagaikan sebuah tugu pelindung dan merupakan lantar belakang alami dari panorama sebuah kota yang hanya menempati wilayah pesisir yang sempit.
Di situlah Larantuka telah bertumbuh menjadi sebuah kota di pantai. Selat Larantuka di depannya yang memberi kesan sebagai sebuah danau besar karena di semua sisi tertutup, juga oleh pulau Adonara dan Solor. Sebenarnya Larantuka hanyalah sebuah kota kecil dengan fasilitas umum terbatas. Namun justru sebagai kota yang kecil dapat dipelihara sedemikian sehingga menjadi “kecil tapi indah”.
Dokumen-dokumen sejarah menyimpan amat banyak kisah peristiwa dan pengalaman Kota Larantuka, di antaranya yang berkaitan dengan penyebaran agama Katolik oleh para misionaris dari Portugal. Dari merekalah orang-orang pribumi yang dipermandikan menyimpan pelbagai peninggalan berharga yakni iman akan Yesus Kristus dan Injil-Nya, serta devosi kepada Santa Bunda Maria di samping kebiasaan-kebiasaan kehidupan Kristiani yang terpelihara dalam tradisi turun-temurun, hingga hari ini. Semuanya ini menjadikan Kota Larantuka sebuah kotra tradisi Kristiani. Devosi yang khusus kepada Santa Maria merupakan kekayaan rohani tersendiri sehingga Santa Perawan Maria mendapat tempat istimewa dalam kehidupan masyarakat Kota Larantuka dengan gelar Reinha atau Ratu dan kota Larantuka mendapat kehormatan disebut Kota Reinha alias Kota Santa Maria.
Kehormatan Menuntut Kewajiban
Gelar Ratu untuk Santa Maria sebagai Pelindung Khusus kota Larantuka buka hanya hiasan mulia dan indah. Tuan Ma juga bukan hanya sebuah patung atau gambar kudus. Menjalankan devosi kepada Santa Maria yang bergelar Reinha atau Ratu harus menghasilkan nilai-nilai kultural terhormat dalam tata kehidupan Kota Larantuka yang pantas dan cocok dengan gelar kehormatan itu. Artinya, ada tuntutan dan kewajiban untuk memberi suatu wajah yang indah terpelihara, ayu dan manis kepada kota yang disebut dengan nama khusus Kota Reinha.
Kalau berbicara tentang kota ini sebagai tempat pemukiman manusia pada saat ini, dengan amat menyesal harus diakui bahwa banyak sector dari tempat diam ini nampak menjengkelkan : sangat jorok, kotor, dan berbau busuk. Di tengah kota, di antara rumah-rumah kediaman terdapat sampah-sampah berhamburan dan tidak pernah ada usaha untuk menertibkan. Tempat-tempat yang penuh dengan sampah adalah selokan-sekolah (got) di mana air tak pernah mengalir. Selanjutnya, satu tindakan yang harus disebut sebagai kejahatan ialah coret-mencoret pada tembok-tembok, dinding-dinding rumah, pada jalan-jalan, ya pada apa saja. Satu tanda jelas bahwa tidak ada suatu disiplin dan peraturan hidup bersama, sepertinya ada suatu budaya kotor yang mengandung ancaman penyakit-penyakit bagi kehidupan di Kota Reinha. Kita tidak minta suatu Dinas Pemerintah untuk membersihkan dan membasmi kejahatan ini. Yang wajib dan dituntut adalah warga penduduk sendiri untuk memelihara Kota Larantuka, Kota Reinha yang bernuansa bersih, indah, segar, dan sehat.
Kota Larantuka dan lingkungannya yang indah memesona bersama kekayaan ritual keagamaannya dapat memikat hati lebih banyak orang dari luar yang suka dating mengambil bagian dalam perayaan Semana Santa. Sebagai tuan rumah yang baik dan ramah Orang Nagi boleh saja mengundang, tapi harus memperlihatkan wajah kota ziarah ini selalu sebagai tempat yang sangat layak bergelar Kota Reinha.
Perayaan Lima Abad Tuan Ma 6
Reformata.com-Larantuka.
Awal mula Tuan Ma memiliki cerita versi lain. Versi lain itu
diceritakan bahwa patung itu datang dari laut, anyo deri lao (hanyut
dari laut) dan ditemukan di pantai Larantuka pada tahun 1702.
Menurut
versi ini, sebuah kapal Portugis mengalami musibah di Selat Larantuka
ketika terjadi pertempuran antara armada Portugis dan orang Larantuka.
Dari sebuah kapal Portugis yang karam terkena tembakan, terlempar keluar
sebuah patung Bunda Maria yang terbuat dari kayu. Patung itu hanyut dan
terdampar di pantai Larantuka.
Seorang
Larantuka yang menemukan patung yang tingginya 160 cm itu mula-mula
menyimpannya di sebuah korke kemudian menyimpannya di sebuah kapela
kecil yang dianggap sebagai kapela Kerajaan Larantuka.
Sekelumit
sejarah keberadaan patung Tuan Ma ini kemudian menjadi pegangan umat
Katolik di Kota Larantuka. Umat memahami kehadiran benda-benda seperti
patung-patung -- terlepas dari cerita atau dongeng mengenai munculnya
atau ditemukannya -- sebagai sarana yang boleh dipandang berasal dari
Allah yang Maha Baik untuk membantu umatnya dalam beribadat membangun
rohani.
Menjadi tugas Gereja untuk mengajar, menguduskan, meyakinkan, mendampingi dan membina umatnya sesuai dogma Gereja.
Koordinator
Seksi Humas dan Publikasi Perayaan Lima Abad Tuan Ma, Bernad Tukan,
kepada Pos Kupang di Gereja Katedral, Selasa (5/10/2010), mengatakan,
perayaan lima abad Tuan Ma berawal ketika sejumlah awam di Jakarta ingin
memperingati iman Katolik dan devosi kepada Bunda Maria yang dimulai
sekitar 500 tahun lalu dengan misinya di Pulau Solor, Flores dan Timor.
Bahkan para pemrakarsa menelusuri sejarah iman Katolik di Larantuka
dengan mendatangi Kedutaan Besar Portugal di Jakarta.
Di
kedutaan ditemukan adanya MOU antara kedutaan dan pemerintah daerah
Flotim, yang menyepakati Kota Larantuka dan salah satu kota di Portugal
dan disebut sebagai calon Kota Fatima.
"Studi
sejarah Tuan Ma ini juga ditulis oleh orang Belanda yang disimpan di
Erasmushuis. Karena itu, tidak keliru kita merayakan lima abad Tuan Ma
dalam tahun 2010. Ini didasarkan pada tulisan Francois Valentyn dalam
bukunya bertajuk, Oud en Nieuw Oost Indien etc.
Dalam
buku ini dilaporkan adanya musibah karam di Pulau Penyu yang disebut
Nusapinha Lokea yang aslinya Lewo Kea (kampung Penyu)," tutur Bernad.
Ia
mengakui, perayaan lima abad Tuan Ma di Larantuka juga bertepatan
dengan tahun awam birokrat. Maka, setiap seksi melibatkan juga unsur
awam birokrat untuk berperan serta.
Ia
mengakui, perayaan lima abad Tuan Ma ini telah dilakukan sosialisasi
oleh Panitia Nasional dengan pembicara Dr. Yoseph Inyo Fernandez, Dr.
Paul Budi Kleden, SVD, Martinus Sakeira (alm), dan Dr. J. Riberu.
Mereka
memaparkan alasan diadakan perayaan lima abad Tuan Ma, juga devosi Tuan
Ma dari perspektif teologi. Dalam pemaparan itu, semuanya menginginkan
perayaan Tuan Ma yang puncaknya 7 Oktober 2010 di Lapangan Ile Mandiri.
Pada
puncak acara, Tuan Ma tetap di kapelanya dan dapat diberi penghormatan
sebagaimana lazimnya pada hari bae (pekan suci Paskah). Ini juga atas
keikhlasan para pelaku tradisi yang bersedia membuka kapela Tuan Ma.
Bernad
mengutip Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr, yang
menyatakan perayaan ini merupakan momen syukur karena Tuan Ma merupakan
benih iman pertama di wilayah Larantuka dan moment tobat dan pembaharuan
diri. Jadi, tidak hanya devosi kepada Bunda Maria, tetapi keutamaan
Maria hendaknya mengispirasi, memotivasi, terintegrasi dalam seluruh
realitas pergumulan hidup. Pos Kupang/Stevie.
Kapela Tuan Ma Pada Kamis Malam
Foto dan Teks : Melky Koli Baran, Laporan FBC dari LarantukaLARANTUKA, FBC: Kurang lebih lima seratus tahun silam, sebuah patung yang hanyut dibawa gelombang laut terdampar di pantai Larantuka. Seorang warga Resiona menemukan patung itu ketika mencari ikan di pantai. Ia lalu menyampaikan temuan ini kepada tua adat. Lalu kepala suku Resiona menyuruh menyimpan patung itu di dalam Korke (rumah adat) dan dipuja setiap musim sebagai dewa. Pada saat itu Kekristenan belum diwartakan di Larantuka.
Ketika misionaris Dominikan pertama kali datang ke Larantuka dan mempermandikan orang, patung itu diperlihatkan kepada misionaris Dominikan itu. Dari misionaris inilah, masyarakat tahu bahwa patung yang disimpan di dalam korke itu bukan dewa tetapi Bunda Maria, Ibu Yesus yang berduka cita.
Setiap tahun pada masa Tri Hari Suci, umat di Larantuka mengarak patung ini keliling kota sambil berdoa dan menyanyi. Diikuti ribuan peziarah dari luar Keuskupan Larantuka, patung Tuan Ma diusung keliling kota mulai dari Kapela Tuan Ma, ke gereja Katedral. Dari gereja Katedral menyusuri jalan tengah mulai dari kelurahan Lokea hingga Larantuka lalu berputar menyusuri jalan sepanjang pantai dan kembali ke gereja Katedral.
Tahun 2013 ini, tepatnya Kamis 28 Maret 2013, para peziarah berdatangan memenuhi kota Larantuka, kota kecil di lereng gunung Ile Mandiri. Informasi yang diperoleh FBC di sekretariat panitia Semana Santa di gereja Katedral mengatakan sudah terdaftar 2000 orang peziarah dari luar Flores. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah hingga Jumat siang (29/3).
Walau pada kamis sore dan malam berlangsung perayaan Misa Kamis Putih yang berbiasa dalam tradisi Gereja Katolik, para peziarah menyempatkan diri untuk berziarah ke kapela Tuan Ma dan Tuan Ana.
Sebagaimana disaksikan langsung FBC di kapela Tuan Ma, Kamis malam (28/3), para peziarah yang terdiri dari kaum muda, orang dewasa dan anak-anak ini tertib antri untuk memberi hormat kepada Tuan Ma yang terletak di pantai kebis Larantuka
Para petugas di kapela terlihat sibuk mengkoordinir para peziarah. Beberapa petugas keamanan dari unsur pemuda dan kepolisian terlihat mengatur para peziarah agar antri pada pintu masuk kapela.
Sementara dari dalam kapela terus dilantunkan doa-doa dan nyanyian oleh ibu-ibu atau sering disebut Mama muji. Sementara di gereja Katedral, St. Ignasius Waibalun dan San Juan Lebao tengah berlangsung doa penyembahan di depan Sakramen Maha Kudus.
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2013/03/kapela-tuan-ma-pada-kamis-malam/#sthash.Zkrj0JfO.dpuf
Kapela Tuan Ma Pada Kamis Malam
Foto dan Teks : Melky Koli Baran, Laporan FBC dari LarantukaLARANTUKA, FBC: Kurang lebih lima seratus tahun silam, sebuah patung yang hanyut dibawa gelombang laut terdampar di pantai Larantuka. Seorang warga Resiona menemukan patung itu ketika mencari ikan di pantai. Ia lalu menyampaikan temuan ini kepada tua adat. Lalu kepala suku Resiona menyuruh menyimpan patung itu di dalam Korke (rumah adat) dan dipuja setiap musim sebagai dewa. Pada saat itu Kekristenan belum diwartakan di Larantuka.
Ketika misionaris Dominikan pertama kali datang ke Larantuka dan mempermandikan orang, patung itu diperlihatkan kepada misionaris Dominikan itu. Dari misionaris inilah, masyarakat tahu bahwa patung yang disimpan di dalam korke itu bukan dewa tetapi Bunda Maria, Ibu Yesus yang berduka cita.
Setiap tahun pada masa Tri Hari Suci, umat di Larantuka mengarak patung ini keliling kota sambil berdoa dan menyanyi. Diikuti ribuan peziarah dari luar Keuskupan Larantuka, patung Tuan Ma diusung keliling kota mulai dari Kapela Tuan Ma, ke gereja Katedral. Dari gereja Katedral menyusuri jalan tengah mulai dari kelurahan Lokea hingga Larantuka lalu berputar menyusuri jalan sepanjang pantai dan kembali ke gereja Katedral.
Tahun 2013 ini, tepatnya Kamis 28 Maret 2013, para peziarah berdatangan memenuhi kota Larantuka, kota kecil di lereng gunung Ile Mandiri. Informasi yang diperoleh FBC di sekretariat panitia Semana Santa di gereja Katedral mengatakan sudah terdaftar 2000 orang peziarah dari luar Flores. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah hingga Jumat siang (29/3).
Walau pada kamis sore dan malam berlangsung perayaan Misa Kamis Putih yang berbiasa dalam tradisi Gereja Katolik, para peziarah menyempatkan diri untuk berziarah ke kapela Tuan Ma dan Tuan Ana.
Sebagaimana disaksikan langsung FBC di kapela Tuan Ma, Kamis malam (28/3), para peziarah yang terdiri dari kaum muda, orang dewasa dan anak-anak ini tertib antri untuk memberi hormat kepada Tuan Ma yang terletak di pantai kebis Larantuka
Para petugas di kapela terlihat sibuk mengkoordinir para peziarah. Beberapa petugas keamanan dari unsur pemuda dan kepolisian terlihat mengatur para peziarah agar antri pada pintu masuk kapela.
Sementara dari dalam kapela terus dilantunkan doa-doa dan nyanyian oleh ibu-ibu atau sering disebut Mama muji. Sementara di gereja Katedral, St. Ignasius Waibalun dan San Juan Lebao tengah berlangsung doa penyembahan di depan Sakramen Maha Kudus.
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2013/03/kapela-tuan-ma-pada-kamis-malam/#sthash.Zkrj0JfO.dpuf
Kapela Tuan Ma Pada Kamis Malam
Foto dan Teks : Melky Koli Baran, Laporan FBC dari LarantukaLARANTUKA, FBC: Kurang lebih lima seratus tahun silam, sebuah patung yang hanyut dibawa gelombang laut terdampar di pantai Larantuka. Seorang warga Resiona menemukan patung itu ketika mencari ikan di pantai. Ia lalu menyampaikan temuan ini kepada tua adat. Lalu kepala suku Resiona menyuruh menyimpan patung itu di dalam Korke (rumah adat) dan dipuja setiap musim sebagai dewa. Pada saat itu Kekristenan belum diwartakan di Larantuka.
Ketika misionaris Dominikan pertama kali datang ke Larantuka dan mempermandikan orang, patung itu diperlihatkan kepada misionaris Dominikan itu. Dari misionaris inilah, masyarakat tahu bahwa patung yang disimpan di dalam korke itu bukan dewa tetapi Bunda Maria, Ibu Yesus yang berduka cita.
Setiap tahun pada masa Tri Hari Suci, umat di Larantuka mengarak patung ini keliling kota sambil berdoa dan menyanyi. Diikuti ribuan peziarah dari luar Keuskupan Larantuka, patung Tuan Ma diusung keliling kota mulai dari Kapela Tuan Ma, ke gereja Katedral. Dari gereja Katedral menyusuri jalan tengah mulai dari kelurahan Lokea hingga Larantuka lalu berputar menyusuri jalan sepanjang pantai dan kembali ke gereja Katedral.
Tahun 2013 ini, tepatnya Kamis 28 Maret 2013, para peziarah berdatangan memenuhi kota Larantuka, kota kecil di lereng gunung Ile Mandiri. Informasi yang diperoleh FBC di sekretariat panitia Semana Santa di gereja Katedral mengatakan sudah terdaftar 2000 orang peziarah dari luar Flores. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah hingga Jumat siang (29/3).
Walau pada kamis sore dan malam berlangsung perayaan Misa Kamis Putih yang berbiasa dalam tradisi Gereja Katolik, para peziarah menyempatkan diri untuk berziarah ke kapela Tuan Ma dan Tuan Ana.
Sebagaimana disaksikan langsung FBC di kapela Tuan Ma, Kamis malam (28/3), para peziarah yang terdiri dari kaum muda, orang dewasa dan anak-anak ini tertib antri untuk memberi hormat kepada Tuan Ma yang terletak di pantai kebis Larantuka
Para petugas di kapela terlihat sibuk mengkoordinir para peziarah. Beberapa petugas keamanan dari unsur pemuda dan kepolisian terlihat mengatur para peziarah agar antri pada pintu masuk kapela.
Sementara dari dalam kapela terus dilantunkan doa-doa dan nyanyian oleh ibu-ibu atau sering disebut Mama muji. Sementara di gereja Katedral, St. Ignasius Waibalun dan San Juan Lebao tengah berlangsung doa penyembahan di depan Sakramen Maha Kudus.
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2013/03/kapela-tuan-ma-pada-kamis-malam/#sthash.Zkrj0JfO.dpuf
Setelah Berusia 500 Tahun, Patung Tuan Ma di Larantuka Dibuatkan Duplikat
LARANTUKA, FBC- Tuan Ma sebutan orang Larantuka untuk patung Bunda Maria di Pantekebis Larantuka,Kabupaten Flores Timur, telah berumur 500 tahun, yang ditandai dengan perayaan pada Oktober 2011 lalu. Kini patung yang sudah mulai rapuh ini telah dibuatkan duplikat.
Menurut Don Tinus DVG, yang merupakan keluarga kerajaan Larantuka, patung Tuan Ma (Mater Dolorosa) yang asli usianya sudah sangat tua yakni 500 tahun, maka dibuatkan duplikatnya.
”Usia patung sudah sangat tua dan rapuh maka harus dibuat duplikat untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan pada saat prosesi Jumat Agung yang akan datang, serta menjaga kelestarian devosi umat Larantuka terhadap Bunda Maria.” ungkapnya.
Sebagai bagian dari devosi kepada Bunda Maria, patung Tuan Ma telah mempunyai riwayat dan peranan yang melekat erat dengan sejarah kehidupan umat di Larantuka. Tuan Ma juga telah menjadi ikon untuk kota Larantuka sebagai tokoh yang penuh misteri.
Sebagai bagian dari devosi iman umat dan budaya masyarakat setempat, setiap tahun pada saat perayaan Jumat Agung, patung ini diarakan dalam prosesi. Prosesi Jumat Agung Larantuka yang tergolong unik ini, tidak saja menjadi tradisi umat Katolik setempat, tapi juga telah menjadi perhatian umat pesiarah dari luar Larantuka.
Dengan adanya duplikat patung Tuan Ma, pada prosesi Jumat Agung, 06 April 2012 di Larantuka, patung ini yang akan digunakan. Sedang patung asli Tuan Ma akan tetap ditahtakan di Kapela Tuan Ma.
Patung Duplikat Tuan Ma merupakan hasil karya dari seniman patung Larantuka, Emil Diaz yang juga merupakan kerabat dekat dari keluarga kerajaan Larantuka. Patung yang dibuatnya, sangat mirip dengan patung Tuan Ma yang asli.
Inisiatif pembuatan duplikat patung Tuan Ma datang dari pihak Keuskupan Larantuka setelah mendapat persetujuan dan restu dari berbagai pihak terutama pihak kerajaan Larantuka dan umat Katolik di Larantuka.
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2012/03/setelah-berusia-500-tahun-patung-tuan-ma-di-larantuka-dibuatkan-duplikat/#sthash.JAiO2Zxj.dpuf
Setelah Berusia 500 Tahun, Patung Tuan Ma di Larantuka Dibuatkan Duplikat
LARANTUKA, FBC- Tuan Ma sebutan orang Larantuka untuk patung Bunda Maria di Pantekebis Larantuka,Kabupaten Flores Timur, telah berumur 500 tahun, yang ditandai dengan perayaan pada Oktober 2011 lalu. Kini patung yang sudah mulai rapuh ini telah dibuatkan duplikat.
Menurut Don Tinus DVG, yang merupakan keluarga kerajaan Larantuka, patung Tuan Ma (Mater Dolorosa) yang asli usianya sudah sangat tua yakni 500 tahun, maka dibuatkan duplikatnya.
”Usia patung sudah sangat tua dan rapuh maka harus dibuat duplikat untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan pada saat prosesi Jumat Agung yang akan datang, serta menjaga kelestarian devosi umat Larantuka terhadap Bunda Maria.” ungkapnya.
Sebagai bagian dari devosi kepada Bunda Maria, patung Tuan Ma telah mempunyai riwayat dan peranan yang melekat erat dengan sejarah kehidupan umat di Larantuka. Tuan Ma juga telah menjadi ikon untuk kota Larantuka sebagai tokoh yang penuh misteri.
Sebagai bagian dari devosi iman umat dan budaya masyarakat setempat, setiap tahun pada saat perayaan Jumat Agung, patung ini diarakan dalam prosesi. Prosesi Jumat Agung Larantuka yang tergolong unik ini, tidak saja menjadi tradisi umat Katolik setempat, tapi juga telah menjadi perhatian umat pesiarah dari luar Larantuka.
Dengan adanya duplikat patung Tuan Ma, pada prosesi Jumat Agung, 06 April 2012 di Larantuka, patung ini yang akan digunakan. Sedang patung asli Tuan Ma akan tetap ditahtakan di Kapela Tuan Ma.
Patung Duplikat Tuan Ma merupakan hasil karya dari seniman patung Larantuka, Emil Diaz yang juga merupakan kerabat dekat dari keluarga kerajaan Larantuka. Patung yang dibuatnya, sangat mirip dengan patung Tuan Ma yang asli.
Inisiatif pembuatan duplikat patung Tuan Ma datang dari pihak Keuskupan Larantuka setelah mendapat persetujuan dan restu dari berbagai pihak terutama pihak kerajaan Larantuka dan umat Katolik di Larantuka.
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2012/03/setelah-berusia-500-tahun-patung-tuan-ma-di-larantuka-dibuatkan-duplikat/#sthash.JAiO2Zxj.dpuf
0 komentar:
Posting Komentar